Bersuci, dalam konteks agama dan kebersihan, adalah suatu tindakan penting yang memiliki peran sentral dalam banyak keyakinan dan budaya di seluruh dunia. Tindakan ini melibatkan membersihkan diri baik secara fisik maupun spiritual, dengan tujuan untuk mencapai kebersihan, kesucian, dan kesejahteraan. Dalam berbagai agama, termasuk Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, dan lainnya, konsep bersuci memiliki makna yang dalam serta didukung oleh berbagai dalil atau argumen.
Bersuci (taharah) merupakan salah satu konsep penting dalam agama Islam yang melibatkan kebersihan fisik dan spiritual seorang Muslim. Taharah memiliki peran sentral dalam menjaga hubungan individu dengan Allah, serta dalam menjalankan ibadah dan aktivitas sehari-hari dengan kebersihan dan kesucian. Artikel ini akan mengulas pengertian bersuci dalam Islam beserta beberapa dalil-dalilnya yang mendasari praktik ini.
Bersuci dari najis dan hadats merupakan perintah Allah Swt. yang harus kita laksanakan. Bersuci juga menjadi syarat yang harus dipenuhi sebelum menjalankan bentuk-bentuk ibadah lainnya, baik yang fardlu seperti shalat wajib lima waktu dalam sehari semalam maupun sunnah seperti shalat dua hari raya.
Tahukah kamu, kepatuhan kita untuk selalu bersuci sangat besar sekali manfaatnya. Bersuci dapat mencegah terjangkit dari berbagai penyakit akut, seperti Penyakit Deman Tyfus, Kolera, Hipatitis B, dan Folio.
Jika mengikuti ketentuan hukum Islam, bersuci dengan menggunakan air secara tepat termasuk menjaga kelangsungan hidup manusia, dan ekosistem linkungan hidup. Kata-kata bijak “Air adalah sumber segala kehidupan” selalu kita ingat sepanjang masa. Penggunaan air secara tepat berarti menjaga kelangsungan ketersediaan air bersih. Berlebih-lebihan dalam bersuci berdampak pada kritis air bersih. Mari kita ingat, 3.800 anak se-bangsa dan se-tanah air meninggal sia-sia, karena terjangkit berbagai penyakit akut yang disebabkan kekurangan air bersih.
Tahukah kamu, bersuci dalam bahasa Arabnya disebut dengan thaharah (ةراﻬﻄﻟا). Istilah thaharah dari segi Bahasa berarti membersihkan diri , pakaian, temat dan benda-benda lain dari najis dan hadast dengan tata cara yang ditentukan oleh syariat Islam. Bersuci menempati kedudukan yang penting dalam ibadah. Setia orang yang akan mengerjakan shalat dan tawaf diwajibkan terlebih dahulu berthaharah, seperti berwudhu, tayamum atau mandi.
Bersuci, dalam arti umum, merujuk pada proses membersihkan diri dari kotoran fisik atau spiritual. Secara fisik, ini bisa berarti mencuci tangan, menggosok gigi, mandi, atau melakukan tindakan lain yang membantu menjaga kebersihan tubuh. Namun, dalam banyak agama, bersuci juga melibatkan dimensi spiritual, di mana seseorang membersihkan diri dari dosa atau hal-hal yang tidak suci. Bersuci dapat menjadi ritual yang dikerjakan sehari-hari, sebelum beribadah, atau dalam situasi-situasi khusus.
Dilihat dari sifat dan pembagiannya bersuci dapat dibedakan menjadi dua bagian :
Bersuci lahiriyah (hissiyah) yaitu meliputi kegiatan bersuci dari najis dan hadats. Contoh: membersihkan badan, tempat tinggal, dan lingkungan dari segala bentuk kotoran atau najis. Bersuci lahiriah ada dua yaitu
a. Bersuci dari najis adalah berusaha untuk membersihkan segala bentuk kotoran yang melekat pada badan atau yang ditempati. Cara membersihkan sesuai dengan bentuk dan jenis kotoran yang dihilangkan, seerti dibasuh sampai hilang rasa, bau dan warnanya.
b. Bersuci dari hadats adalah menghilangkan atau membersihkan hadats dengan cara berwudhu atau mandi. Cara menyucikannya disesuaikan dengan jenis hadats yang akan dibersihkan.
Bersuci batiniah adalah membersihkan jiwa dari kotoran batin berupa dosa dan perbuatan maksiat, seperti syirik, takabur, hasud, dendam, nifak, dan ria’. Cara membersihkan sifat atau perilaku tercela ini, adalah dengan bertobat kepada Allah Swt., berjanji tidak mengulangi perbuatan tersebut, serta mengikutinya dengan perilaku terpuji.
Kesimpulannya adalah, ”bersuci sudah pasti menyertakan perbuatan membersihkan diri, tetapi membersihkan diri belum tentu termasuk bagian dari bersuci”.
اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
Artinya:
“Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.”QS. Al-Baqarah (1): 222
b) Allah Swt. juga berfiman:
فِيْهِ رِجَالٌ يُّحِبُّوْنَ اَنْ يَّتَطَهَّرُوْاۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِيْنَ
Artinya:
“Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih.”QS. Al-Taubah (9): 108.
c) QS. Al-Maidah (5) : 6
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah”.
Ayat al-Qur’an di atas memiliki kesamaan kandungan yang sangat erat dengan bersuci. Allah Swt. menyukai orang yang membiasakan dan selalu membersihkan diri dengan bersuci, baik badannya, pakaian yang melekat pada tubuhnya, dan lingkungan sekitarnya. Allah Swt. juga memerintahkan agar setiap muslim menjadi contoh bagi orang lain, baik keberhasihan yang bersifat dhahir maupun batin.
Kita sudah menemukan kesamaan kandungan, lalu bisakah kita menemukan perbedaannya? Baca kembali dengan seksama maka kita akan menemukan ketiga ayat berisikan tentang perintah bersuci secara umum. Namun ayat yang kedua juga menggambarkan fitrah atau karakter khas manusia yang sebetulnya memiliki naluri untuk selalu membersihkan diri melalui bersuci. Fitrah ini lah yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya, seperti binatang yang terkadang tidak pernah mandi hingga akhir hayatnya.
Tahukah kamu, terbagi menjadi berapa bagian air untuk bersuci? Alat yang paling utama untuk bersuci adalah air. Namun tidak semua air dapat digunakan sebagai alat bersuci. Untuk mengetahui air yang dapat digunakan bersuci, maka kita harus mengetahui air di tinjau dari pembagiannya dan ditinjau dari segi hukum penggunaannya.
Secara garis besar, alat yang dapat digunakan untuk thaharah ada dua mcam, yaitu air dan benda-benda selain air (benda padat). Air merupakan alat thaharah yang utama. Meskipun demikian, tidak semua air dapat kita gunakan untuk thaharah.
Berikut Klasifikasi Air Berdasarkan Dasar Hukumnya
No | Nama Air | Penjelasan air dan dasar hukumnya |
01 | Air Hujan | Air hujan adalah air yang berasal uap air laut kemudian membentuk awan. Dan pada ketinggian tertentu akan membentuk Kristal es lalu berubah menjadi butiran air dan jatuh lagi ke bumi Artinya:”Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu” QS. Al-Anfal (8): 11. |
02 | Air dari mata air | Air dari mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah yang tidak terpengaruh oleh musim. Contoh air pada mata air sungai berantas. |
03 | Air laut | Air laut adalah air berada di samudera. Air laut dapat digunakan untuk bersuci. Berdasarkan Hadis dari Abu Hurairah RA, ia berkata: ”Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw, ”Wahai Rasulullah, kami berlayar mengarungi lautan dan hanya membawa sedikit air. Jika kami menggunakannya untuk berwudhu, kami akan mengalami dahaga. Bolehkah kami berwudhu dengan air laut?” Rasulullah menjawab: Artinya:”Air laut itu suci, dan bangkai (yang terdapat didalamnya) halal(dimakan)” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, danNasa’i). |
04 | Air Sungai | Air sungai adalah air yang mengalir disepanjang sungai secara terus menerus. Contoh air pada aliran sungai Solo, Berantas, Citarum dan masih banyak yang lainnya. Artinya: ”Bagaimana pendapat kalian, seandainya di depan pintu masuk salah seorang diantara kalian ada sungai, kemudian ia mandi di sungai itu lima waktu dalam sehari, apakah masih ada kotoran (yang melekat dibadannya?) (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad). |
05 | Air sumur | Air sumur adalah air yang terdapat pada lubang atau galian dengan kedalaman tertentu. Artinya:”Sesungguhnya air (sumur bidha’ah) adalah suci, tidak dapat dinajiskan oleh sesuatu apapun” (HR. Ahmad, Abu Dawud,Tirmidzi, dan Nasa’i). |
06 | Air Es Air Salju | Air Es (salju) adalah air yang bersal dari butiran uap air berwarna putih yang membeku di udara dan jatuh ke bumi akibat temperatur udara di daerah itu berada di bawah titik beku. |
07 | Air Embun | Air embun adalah air yang berasal dari uap yang menjadi titik-titik air . contoh, butiran air yang terdaat ada dedaunan. |
Berdasarkan tabel di atas nama nama air diatas yaitu air mutlak/Air suci dan mensucikan (air thahir Muthahhir) Air ini masih murni dan belum tercampur oleh sesuatu apapun dari najis. Jenis air inilah yang dapat digunakan untuk bersuci. air dapat digunakan untuk bersuci selama bau,rasa, ataupun warnanya belum berubah.
Air suci yang tidak mensucikan ( air Thahir gairu Mutahhir) yaitu air suci tetapi tidak menyucikan. Yakni air yang halal diminum, tetapi tidak sah jika untuk bersuci. Air ini sekalipun suci, tetapi tidak dapat dipergunakan untuk menghilangkan hadats. Termasuk dalam kategori air ini adalah air suci yang tercampur benda-benda suci lain dan hilang nama airnya secara mutlak. Contoh air suci tetapi tidak menyucikan antara lain sebagai berikut :
a. Air buah-buahan (air kelapa)
b. Air yang dikeluarkan dari pepohonan (nira)
c. Air suci yang tercampur benda-benda suci lain (air teh, air kopi)
Air mutanajjis, yaitu air yang terkena najis. Air ini tidak halal untuk diminum dan tidak sah apabila digunakan untuk bersuci. Air semacam ini tidak dapat dipergunakan untuk thaharah, baik untuk menghilangkan najis maupun hadas. Contoh air mutanajjis ini adalah sebagai berikut :
a. Air yang sudah berubah warna, bau dan rasanya karena terkena najis.
b. Air yang belum berubah warna, bau dan rasanya, tetapi jumlah air sedikit (kurang dari dua kulah) atau ± 216 liter. Hal ini diterangkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah bahwa Rasulullah Saw. Bersabda yang artinya:
“Dan dari abi umamah albahiliyyi semoga Allah meridoinya berkata: bersabda Rosulullah sollallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Sesungguhnya air itu tidak dinajisi oleh sesuatupun kecuali apa yang mengubah atas baunya, rasanya dan warnanya.”(HR. Ibnu Majah : 541)
yaitu air yang sedikit ukurannya atau kurang dari 2 (dua) kulah dan bekas pakai telah digunakan untuk bersuci walaupun tidak berubah warnanya. Air ini tidak boleh digunakan untuk bersuci karena dikhawatirkan sudah terkena kotoran atau najis yang dapat mengganggu Kesehatan.
Konversi Volume Air Dua Kulah dengan Menggunakan Berbagai Satuan
Ukuran Yang Digunakan | Konversi Hasil |
Kg | Dua Kulah sama dengan 81 kati Syam, dan satu kati setara dengan 2,5 kg. Dengan demikian, dua kulah kurang lebih berisikan 195,112 kg. |
Liter | Dua kulah sama dengan 10 s/d 15 tin yang dapat disetarakan dengan kurang lebih 270 liter air. |
Hasta | Kolam penampuan yang berbentuk persegi empat, maka dua kulah air diukur dari debit kolam yang ukuran panjang, lebar, dan kedalamannya adalah 1,05 hasta yang sedang. Satu hasta kurang lebih setara 45 cm, sehingga panjang, lebar, dan kedalaman masing-masing berukuran sekitar 56 cm. |
Kolam penampungan yang melingkar, maka dua kulah sama dengan debit air yang tertampung di kedalaman dua hasta (90 cm) dan diameter lebarnya satu hasta (45 cm). |
yaitu air yang makruh dipakai bersuci, yang termasuk jenis air ini adalah air yang dijemur atau terkena panas matahari dan disimpan dalam bejana /bak penampungan (wadah yang bisa berkarat) selain dari emas dan perak.
Benda-benda selain air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah benda yang mampu menyerap air. contohnya adalah kayu, batu, tisu kering, tanah, Pecahan genting,atau benda-benda lainnya. Semua benda tersebut harus dalam keadaan bersih.
Bersuci dengan batu agar hasilnya bersih dan sekaligus mensucikan maka harus dipenuhi syarat-syaratnya. Cermati syarat-syarat berikut ini!
Jika tidak menemukan tiga buah batu, diperbolehkan menggunakan satu batu yang memiliki tiga sisi. Kebersihan menjadi alat ukur penggunaan tiga atau satu batu dengan tiga sisi tersebut. Oleh karena itu, selama kotoran masih menempel wajib membersihkannya kembali, meskipun telah empat batu digunakan.
Batu yang dipakai tidak terlalu datar dan runcing sehingga benar-benar dapat membersihkan kotoran di sekitar tempat keluarnya.
Buang air kecil maupun buang air besar yang hendak disucikan harus dalam keadaan belum mengering, sehingga sisa-sisa yang melekat benar-benar dapat dibersihkan.
Kotoran masih menempel di tempatnya semula dan jika telah bergeser akibat digaruk tanpa sengaja atau sebab lainnya, maka tidak diperbolehkan menggunakan batu untuk mensucikannya.
Kotoran yang melekat tidak bercampur dengan kotoran lainnya, seperti buang air besar yang terkena percikan buang air kecil. Jika yang bercampur adalah bendabenda padat yang suci seperti kerikil maka tetap diperolehkan menggunatan batu untuk bersuci.
Orang yang terkena diare biasanya, sisa kotoran sampai menempel ke permukaan pantat atau menempel di dua dinding dubur akibat berdiri setelah buang air besar. Kotoran sudah masuk kategori meluber sehingga tidak diperbolehkan menggunakan batu untuk bersuci. Begitu pula buang air kecil yang meluber hingga keluar ujung kemaluan juga boleh lagi menggunakan batu.
Batu yang terkena air, embun atau air es yang mencair ketika hendak digunakan. Meskipun air yang membasahinya berupa suci dan mensucikan tidak boleh batu yang basah digunakan bersuci.
Tidak boleh batu yang terkena najis atau tertempel najis digunakan untuk mensucikan. Penggunaan batu najis akan membuat anggota tubuh yang tertempel buang air kecil maupun buang air besar semakin najis keadaannya.
Dalam kondisi tidak ada air yang suci dan mensucikan dan batu sebagai alat bersuci maka diperbolehkan mensucikan buang air kecil atau buang air besar dengan menggunakan benda-benda lainnya. Dengan tujuan mewujudkan kemashlahatan, hukum fikih memperbolehkan melakukan analogi (qiyas) yang menghasilkan kesimpulan ada tidaknya pengganti batu sebagai alat bersuci.
Selama belum menemukan air dan batu. Kita juga dapat mengamati untuk menemukan benda-benda lain yaitu : tisu, ranting dan dedaunan kering yang dapat digunakan untuk bersuci dengan cara mengikuti prosedur di atas.
Adapun hikmah dari penggunaan alat-alat atau benda untuk bersuci aadalah sebagai berikut.
Seringkali secara sadar dan tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya, bersuci dilakukan dengan menggunakan air yang berlebihan. Kita juga sering melihat, kran air di masjid atau mushalla di biarkan terus mengalir dan di tinggalkan begitu saja dan bahkan tutup kran tidak ditutup rapat, sehingga air terus menetes atau merembes.
Pernahkah kita mengamati, berapa volume air yang terbuang sia-sia? Bagaimana dampaknya terhadap kelangsungan persediaan air bersih yang mencukupi kebutuhan? Apakah perbuatan menyia-nyiakan air sesuai dengan ketentuan Islam?
”Air bersih adalah sumber kehidupan” Semua makhluk hidup, terutama manusia membutuhkan air dalam volume yang paling banyak dibanding makhluk hidup lainnya. Jika muncul krisis ketersediaan air bersih yang diakibatkan oleh pemborosan penggunaan air, maka manusia adalah makhluk yang paling berdosa dan paling merasakan dampaknya.
Sumber-sumber penyediaan air bersih baik dari mata air pegunungan, penyulingan air sungai atau bengawan, dan penyulingan air waduk mengalami penuruan debit yang luar biasa, akibat muslim kemarau.
Mari merubah perilaku kita! Menggunakan air bersih untuk bersuci dengan tidak boros menjadi bagian dari bentuk kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. Keberlangsungan kehidupan manusia akan terjaga, karena pasokan air bersih digunakan secara tepat. Apalagi, ditengah kondisi keterbatasan sumber-sumber air bersih, karena surut dan mengeringnya mata air, sungai, dan waduk penampungan di berbagai wilayah di Indonesia.
Resiko kematian banyak manusia pun dapat dihindari, karena kehati-hatian manusia dalam menggunakan air untuk bersuci. Kesimpulannya, menggunakan air secara tepat berarti sama dengan menjaga kelangsungan hidup kita dan masyarakat secara menyeluruh.
Penggunaan air bersih untuk bersuci secara tepat juga memberikan jaminan terhadap kelangsungan ekosistem di sekitar kita. Tumbuhan dan hewan dengan segala jenisnya pasti membutuhkan air untuk menjaga hidupnya. Sama seperti manusia, jika keduanya mengkonsumsi minuman yang tidak sehat juga berpotensi terkena penyakit, termasuk penyakit yang menular. Kondisi ini sangat membahayakan kehidupan, karena keduanya menjadi bagian tak terpisahkan dari manusia.
Beri Komentar