MTsN3mataram_News- MTsN 3 Mataram mengadakan rapat bulanan pada Kamis (2/6/2022). Rapat yang dihadiri oleh seluruh dewan guru beserta staf karyawan bertempat di ruang serba guna laboratorium MIPA. Kegiatan rapat diawali dengan menyanyikan lagu mars madrasah dan pembacaan ikrar 5 budaya kerja Kementerian Agama Republik Indonesia.
Kepala MTsN 3 Mataram H. Marzuki mengawali sambutannya dalam rapat mengingatkan kepada seluruh warga madrasah bahwasanya baik seorang Kepala atau sub kepala maupun karyawan adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap apa yang dipimpin kelak di hari kiamat.
“Karna bagimanapun semua kita ini adalah pemimpin, atas semua yang kita pimpin akan diminta pertangungjawabannya sebagaimana anggota badan seperti hidung, mata, tangan, kaki, mulut akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah SWT” ungkapnya
Dikatakannya apapun itu nanti akan dipertangungjawabkan nanti di hari kiamat sebagaimana mulut kita akan dikunci kemudian anggota badan lainnya dimintai pertangunggungjawaban. Kaki berbicara kemana melangkah selama hidup, tangan berbicara apa saja yang telah diperbuat, begitu seterusnya anggota badan lainnya. Maka pada kesempatan tersebut ia mengajak untuk diri sendiri dan semua warga madrasah untuk selalu introfeksi diri sendiri sehingga kehidupan ini atau sisa umur ini bisa lebih baik.
“Umur ini ibarat permen bila di dalam mulut, mau dimut atau tidak akan mengecil, atau ibarat es batu bila digunakan atau tidak lama-lama akan mencair, akan meleleh sendiri, oleh sebab itu maka akan sangat sia-sia kalau melelehnya umur tanpa ada yang kita perbuat dan pergunakan dengan baik” pungkas Marzuki.
Selanjutnya pada kesempatan yang sama Marzuki menambahkan bahwa kita bekerja sebagai abdi negara atau ASN yang perlu kita cermati adalah sikap 4M yang harus kita hindari. Menurutnya 4M yang pertama adalah sikap Metenteng. Sikap ini dimaknai sifat ketus artinya orang cuek yang tidak mau melihat kiri dan kanan, tidak perduli sama orang lain, tidak mau membantu atau menolong teman.
“Sebagai abdi negara itu adalah pelayan yang bekerja berdasarkan SOPnya, sebagai pelayan baik itu sebagai tenaga pendidik atau tenaga kependidikan maka harus siap bersama-sama melayani apa keinginan siswa, apa keinginan wali murid, apa kebutuhan warga, dalam melayani ini sesungguhnya jangan kita terlalu kaku harus fleksibel, elastis, kalau ada kesulitan kita sama-sama cari jalan keluarnya dengan berbagai upaya dan inovasi yang bisa dilakukan”, jelasnya.
Berikutnya yang kedua sebagai abdi negara jangan bersikap Metuntung yang artinya sifat membusungkan dada. Kalau orang biasa membusungkan dadanya itu artinya hatinya kosong, merasa dirinya paling hebat, paling bisa, paling super sementara orang lain tidak dianggap ada apa-apanya.
“Kalau ada sikap metuntung ini maka itu akan mengakibatkan egoiesme pada diri kita karna bagimanapunn dalam berkerja harus sama-sama bekerja sama satu sama lain, maka untuk itulah perlu kita utamakan sikap rendah diri kepada orang lain jangan merasa bangga atas apa yang kita miliki karna sesungguhnya kita sama-sama saling membutuhkan sebagaimana jari tidak memandang ada kecil besar, adak tinggi rendah”, terang Marzuki.
Sikap yang ketiga yang perlu dihindari sebagai abdi negara adalah Mententeng. Sikap ini bisa diartikan seperti bahasa sasak sehari-hari biasa dikatakan orangnya gerak (tangan selalu diletakkan dipinggang_red). Sikap ini perlu dihindari karna orang seperti ini menganggap orang lain tidak bisa tidak mampu atau menganggap orang lain tidak ada apa-apanya. “Yang perlu diketahui setiap orang itu ada kelebihannya dalam artinya kita punya kelebihan A, sementara orang lain punya kelebihan B begitu seterusnya, sekali lagi jangan kita berprasangka menganggap orang lain tidak bisa bekerja, tidak ada apa-apanya”, tandas Marzuki
Untuk sikap terakhir selain metenteng, metuntung dan mententeng adalah sikap mentantang. Bila mententeng itu tangannya dipinggang sementara mentantang adalah kakinya yang dilebarkan artinya orang bersikap seperti ini adalah segala apapun semua mau direngguh sendiri, tidak ada untuk orang lain, tidak kesempatan bagi teman lain, itu-itu saja, dia-dia saja yang mengerjakan semua jenis pekerjaan.
“Sikap seperti ini juga perlu kita hindari sebagaimana yang kami sampaikan pada awal tadi bahwa sebagai pemimpin yang baik itu adalah berlaku adil kepada bawahannya, memikirkan bawahannya, jangan memikirkan diri sendiri, ini yang keliru”, ungkap Marzuki.
Diakuinya bahwa seorang pemimpin yang tidak baik itu dia berfikir apa yang harus direngkuh bukan apa yang dapat diberikan kepada bawahannya. Sejatinya pemimpin yang baik harus berfikir bila dapat maka bawahan sama-sama dapat, bila makan bawahan juga makan atau lebih hebat dan paling bagus seorang pemimpin tidak makan sebelum anak buahnya makan dulu.
“Jangan nanti anak buahnya seperti kepiting yang dipotong kakinya, tidak bisa makan hanya bisa menoleh kiri kanan, jadi kita berfikir bagaimana bisa bersama-sama, kalau ini bisa kita lakukan maka dimanapun kapanpun kita bisa dicintai dan disenengi orang lain”, tegasnya.
Diwartakan oleh
Ruslan Wahid, ST (Guru MTsN 3 Mataram)
Beri Komentar